Komitmen Presiden Joko Widodo yang menempatkan sektor Pariwisata sebagai prioritas utama atau leading sektor dan sekaligus menjadikan core economy bangsa Indonesia.
Membuat Insan pariwisata Indonesia boleh berbesar hati, karena Indeks daya saing pariwisata Indonesia melesat naik 8 peringkat, dari posisi 50 ke posisi 42 dunia.
Ini adalah sukses kedua Menpar Arief Yahya, setelah 2015 lalu mendongkrak posisi Indonesia dari papan 70 besar ke nomor 50.
Ibarat berlari, ini lari marathon 42,195 km, bukan sprint 100 meter. Karena itu semua lini harus bekerja dengan sistem, menyeluruh di semua level, dan konsisten dengan ritme yang tinggi.
Menteri Arief, mengatakan Fundamennya harus kuat, staminanya harus teruji untuk bisa berlari panjang menuju garis finish.
” Indonesia naik 8 tangga, Malaysia turun -1 di posisi 26, Singapore juga melemah -2, dan Thailand naik 1 level di peringkat 34. Tahun 2019, proyeksi kami, Indonesia akan naik di posisi 30 besar dunia,” prediksi Menpar Arief.
Point penting dari kenaikan signifikan 8 peringkat Indonesia itu, menurut Arief Yahya, ada 3 hal. Pertama, confidence level bangsa ini meningkat drastis.
” Ternyata kita mampu bersaing di level dunia! Ternyata potensi kita kuat untuk bisa mengalahkan pesaing negara lain dengan bangga. Kita bukan bangsa lemah, kita bangsa hebat. Coba sedikit lebih solid, speed dan smart, kita bisa lebih hebat lagi,” sebut Arief Yahya.
Kepercayaan diri itu penting untuk berkompetisi. Kemenpar sudah membuktikan, bukan hanya di TTCI WEF, tetapi di semua level kompetisi, Wonderful Indonesia selalu juara. ” Tidak salah, jika Presiden Jokowi menyebut DNA kita ada di sini! Creative industry, pariwisata di dalamnya. Kemenangan itu menyadarkan bahwa kita mampu hebat,” jelasnya.
Kedua, sukses naik 8 peringkat itu dikalibrasi oleh lembaga dunia yang kredibel. WEF, yang mengambil data sangat akurat. Artinya, potret tentang TTCI itu sudah melalui proses kalibrasi berdasarkan global standart, yang dipakai dunia. ” Mereka mencollect data dari banyak sumber, termasuk UNWTO dan World Bank, jadi ketika kita mengerjakan 14 pilar dengan baik, secara otomatis mereka akan menilai,” jelas dia.
Dari data yang terekam TTCI, angka 14 pilar itu naik turun sangat dinamis. Business environment naik 3 trap, dari 63 ke 60. Healty and hygiene naik 1 level, dari 109 ke 108. International Openess naik drastis, dari 55 ke 17, karena faktor Bebas Visa Kunjungan. Priorization Travel and Tourism naik dari 15 ke 12, karena pemerintah Presiden Jokowi memang mendorong pertumbuhan sektor pariwisata.
Environment Sustainability sedikit membaik, meskipun masih di posisi 131 dari 134 dunia. Air transport infrastructure membaik 3 peringkat, dari 39 ke 36. Ground and port infrastructure naik dari 77 ke 69, Tourism Service Infrastructure juga naik dari 101 ke 96. Natural reaources melejit dari 19 ke 14.
” Kita masih banyak kelemahan, dan ketika sudah tahu titik lemahnya, maka kita tinggal berkonsentrasi memperbaiki lebih serius di titik titik itu,” jelas Arief Yahya.
Ketiga, sukses naik 8 peringkat itu akan menaikkan kredibilitas Indonesia di mata dunia. Ketika sudah terpercaya, maka wisman pun tidak merasa ragu lagi untuk berwisata ke Indonesia. ” Tiga hal itu sering saya sebut dengan 3C, credibility, confidence dan calibration,” sebutnya.
Soal daya saing pariwisata, menteri asal Banyuwangi itu mengaku tak ingin kalah dari rival emosional Malaysia dan rival profesional Thailand. Dua negara itu perlahan mulai didekati Wonderful Indonesia. Di 2017, Indeks Daya Saing Pariwisata Malaysia turun satu strip ke posisi 26 dunia. Sementara Thailand naik satu strip ke posisi 34.
” Wonderful Indonesia harus segera move on ke 30 besar dunia. Untuk mencapai ranking 30 dunia, kita terus memperbaiki kelemahan seperti infrastruktur pariwisata, infrastruktur ICT, health and hygiene, dan aksesibilitas khususnya konektivitas penerbangan, kapasitas kursi dan penerbangan langsung,” kata Arief Yahya belum lama ini.
Pariwisata/Deetje